Minggu, 14 Februari 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
            Orientalis atau ahli ketimuran, Orientalisialah  segolongan segolongan sarjana barat yang mendalami bahasa-bahasa dunia timur dan kesusasterannya, dan menaruh perhatian besar terhadap agama-agama dunia timur, sejarah, adat isti’adatnya dan ilmu-ilmuanya.
            Hubungan dunia barat dengan dunia timur telah dimulai sejak masa kejayaan dunia timur, yaitu ketika dunia timur ini penuh dengan pusat- pusat keilmuan pengetahuan, perpustakaan buku-buku berharga. Orang –orang barat  waktu itu belajar pada ulama- ulama timur, pada filosof-filosofnya dan ahli matematikanya. Dunia Eropa ketika itu lagi dalam keadaan ketiduran, sedang dunia timur telah selesai atau hampir dari perjuangannya yang lama untuk ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Latar belakang rumusan masaalah
Setelah dunia Eropa terjaga dari tidurnya, maka terlihat olehnya suatu bangsa asing telah menyuburkan sebagian negerinya (negeri Eropa) sejak itu oang-orang Eropa melihat negeri tersebut penuh perhatian dan kekaguman, dan mereka ingin mengetahui ilmu yang ada di dalam-nya. Dan mereka juga membuat kajian tentang agama orang lain beserta bahasa dan kesasteraannya dengan bertujuan menjatuhi agama tersebut dari dalam. Dalam makalah kali ini kita akan mendalami seorang ahli orientalis yaitu Arthur Jeffrey yang membuat kajian dalam Islam tentang Al-qur’an.
Rumusan masaalah
             Maka dalam pemakalah kali ini kita akan membahas tentang beberapa hal yaitu:
1.      Biografi Arthur Jeffrey dan Karir Akademiknya
2.      Karya-karya Arhur Jeffrey
3.      Kritik Arthur Jeffrey Terhadap Surat al-Fatihah
BAB II
Pembahasan
1.1  Biografi Arthur Jeffrey dan Karir Akademiknya
Arthur Jeffery lahir di Melbourne 18 Oktober 1892 dalam keluarga Kristen Metodis. Ia menyelesaikan pendidikan S1 (1918) dan S2 (1920) di Universitas Melbourne, kemudian pergi ke Madras dan mengajar di Akademi Kristen Madras (Madras Christian College). Di akademi inilah ia bertemu Pendeta Edward Sell (1839-1932), seorang dosen yang sekaligus seorang missionaries yang jauh lebih senior. Dialah yang menjadi pemicu Jeffery untuk mengkaji historisitas al-Qur’an.
      Pendeta Edward Sell adalah seorang tokoh yang missionaries terkemuka di India pada saat itu, dia adalah seorang pembicara penting pada “Konferensi Umum Kedua Tentang Misi Untuk Kaum Muslimin” (The Second General Conference on Mission to Moslems) yang terdapat di lucknow pada tahun 1911. Pendekatan Sell mempunyai hasrat agar para missionaries mulai mengkaji historitas Al-qur’an, seperti yang dilakukan dia sendiri dalam karangan bukunya Historical Development of the Qur’an, yang dikarang olehnya pada tahun 1909 di Madras, India
            Jeffry mengakui, bahwa pendeta Sell adalah orang pertama yang memberinya inspirasi untuk mengkaji historisitas Al-qur’an. Sekalipun begitu, Jeffery berpendapat yang mana hasil gagasan Sell bukanlah orisinil, tetapi hasil karya Sell hanya merupakan ringkasan dari karya Theodor Noldeke (1836-1930) yaitu Geschichte de Qorans (Sejarah al-Qur’an).
Arthur Jeffrey seorang yang berkarir di akademik, dengan bukti dia belajar di Universitas Melbourn, Australia dan mendapat gelar BA pada tahun 1918, serta gelar MA pada tahun 1920. Awal karir Arthur Jeffrey di Kairo dimulai pada tahun 1921 sebagai profesor di Sekolah Studi Oriental (S.O.S ‘Scholl of Oriental Studies’) di American University di Kairo.
1.2 Karya-karya Arhur Jeffrey.
                        Arthur Jeffrey adalah seorang tokoh orientalis yang sangat mendalami dalam mempelajari Islam. Namun ia lebih intensif dalam mempelajari al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Ia telah berhasil melahirkan beberapa karya tulis mengenai al-Qur’an dan Muhammad. Di antara karyanya adalah Materials for the History of the Text of the Qur'an yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1937.The Foreign Vocabulary Of The Qur'an, diterbitkan oleh Oriental Institute Baroda, India pada tahun 1938. 
1.3  Kritik Arthur Jeffrey Terhadap Surat al-Fatihah
Kritik Jeffrey terhadap al-Qur’an, khususnya mengenai keberadaan surah al-Fatihah dimulai dari bentuk redaksi. Ia berkata, bahwa secara redaksional, umumnya dalam al-Qur’an Allah-lah yang bertindak sebagai penyeru dan pemerintah terhadap umat munusia. Namun anehnya, dalam surat al-Fatihah, manusia  yang bertindak sebagai penyeru.
            Setelah dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi jeffery berpendapat yang mana surah al-Fatihah hanyalah do’a yang sering diucapkan oleh nabi Muhammad SAW. Karena hal ini terlihat dari gaya bahasa yang digunakan serta ekspresi yang ada dalam surah al-Fatihah itu sendiri . dan dia berpendapat  surah al-Fatihah itu dimasukkan oleh para pengkodifikasi(membukukan)  terdahulu. Ia mengaggap bahwa al- Fatihah tidak asli dari bagian ayat-ayat  al-Qur’an yang lain. namun sengaja dibangun di awal karena hal semacam itu tidak biasa dan tidak dikenal di kebiasaan Arab dulu[1]. Arthur menambahkan bahwa keberagaman atas bacaan dan tulisan al-Fatihah disebabkan karena bukan bagian dari al-Qur’an.
            Untuk membuktikan lagi ini, Jeffery mengambil tulisan yang beredar di kalangan Syiah seperti tertulis dalam kitab Taz kirah al-A'imma yang ditulis oleh Muhammad Baqir Majlisi (Tehran, 1331, halaman 18). Dalam artikel ini tertulis seperti di bawah ini:
Nuhammidu 'llaha, Rabba 'l-alamina,[2]
'r-rahmana 'r-rahima,
Mallaka yaumi'd-dini,
Hayya>ka na'budu wa wiyyaka nasta’inu,
Turshidu sabila'l-mustaqimi,
Sabila 'lladhina an'amta 'alaihim,
Siwa 'l-maghdubi 'alaihim, wa la'd-dallina,
                 Untuk mempermudah bacaan, penulis mencoba menuliskannya dalam bahasa Arab.
نُحَمِّدُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّحْمَنَ الرَّحِيْمَ
مَلَكَ يَوْمِ الدِّيْنِ
هَيَّاكَ نَعْبُدُ وَ وِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
تُرْشِدُ سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ لاَ الضَّالِّيْنَ
                 Selain varian bacaan( bacaan yang menyimpang dari yang aslinya) ini, Jeffrey memperkuat keyakinannya dengan sebuah buku yang ditemukannya di saat kunjungannya ke Mesir. Ia diberikan buku fiqih manual dan kecil oleh seseorang pada saat itu. Buku ini diawali dengan al-Fatihah. Buku ini bias di copy dan diperbanyakkan , asalkan tidak dicantumkan penulisnya, kerana khawatir akan di serang oleh penganut Muslim Ortodok. Namun kata Jeffery, kitab tersebut telah hilang belum sempat tahu nama pengarangnya. Dan dia berkata ada tulisan tulisan Riwayah Abi al- Fath al-Jubba'i 'an Syaikhih al-Susi 'an al-Nahrazwani 'an Abi al- Sa'adah al-Maidani 'an al –Marzubani 'an al-Khalil bin Ahmad. Dan tulisannya ditulis seperti yang dibawah ini:
Bismi' llahi 'r - rahmani 'r - rahimi.
Al-hamdu li 'llahi, Sayyidi 'l - alamina,
'r - razzaqi 'r - rahimi,
Mallaki yaumi 'd - dini,
Inna laka na' budu was inna laka nasta' I nu.
Arshidna sabi la 'l - mustaqi mi,
Sabi la 'lladhi na mananta 'alaihim,
Siwa 'l - maghdubi 'alaihim, wa ghaira'd - dallina.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ                                                 
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ سَيِّدِ الْعَالَمِيْنَ
اَلرَّزَّاقِ الرَّحِيْمِ
مَلَكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
إِنَّ لَكَ نَعْبُدُ وَ إِنَّ لَكَ نَسْتَعِيْنُ
أَرْشِدْنَا سَبِيْلَ الْمُسْتَقِيْمِ
سَبِيْلَ الَّذِيْنَ مَنَنْتَ عَلَيْهِمْ
سِوَي الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ. وَ غَيْرَ الضَّالِّيْنَ
            Untuk mencari kepalsuan al-Fatihah, Jeffrey lebih jauh lagi menganalis setiap term yang digunakan dalam surat ini. Agar lebih jelas, penulis akan mengutip analisis Jeffrey sebagai berikut.[3]
            Sayyid dan Rabb adalah sinonim.  Term sayyid digunakan dalam al-Qur’an surat 12: 25 untuk Yusuf sebagai raja Mesir saat itu, juga untuk Yahya dalam al-Qur’an. Dari ayat-ayat ini, ternyata penggunaan sayyid hanya bagi para nabi, namun ternyata dalam al-Fatihah malah digunakan untuk Allah.
            Al-Razzaq adalah salah satu nama dari Allah, seperti dalam al-Qur’an surat 51: 58. Dari ayat ini menyatakan ayat al-Quran bisa berubah-ubah.
            Malak adalah salah satu bacaan orang-orang Kufa di antara tujuh macam bacaan, yaitu bacaan al-Kisa’i, al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani, jilid 1, halaman 78, dan Abu Hayyan, jilid 1, halaman 20. Namun kedua bacaan, baik malaka atau maliki adalah bacaan yang sama-sama disetujui. Lebih lanjut, Jeffrey menyatakan bahwa term ini lebih lebih tepat daripada term malik. Dua bacaan pertama sebenarnya lebih baik dan lebih mengena zauq-nya, namun yang dipakai dalam “textus receptus” (bacaan yang diterima) adalah jenis bacaan kedua.
             Inna laka. Term hiyyaka, wiyyaka, wayyaka,dan wiyaka adalah jenis bacaan yang diterima. Kelihatannya semua term ini adalah bentuk usaha untuk menginterpretasikan(pendapat). Hiyyaka atau hayyaka adalah bacaan Abu al-Sawwar al-Ganawi dan Abu al-Mutawakkil. Sedangkan wiyyaka atau wayyaka adalah bacaan Abu Raja’.
                  Arsyidna. Artinya memilki kemiripan dengan Ihdina seperti terdapat dalam ‘textus receptus’, sekaligus juga merupakan bacaan Ibn Mas’ud dalam naskahnya. Kata perintah semacam ini tidak ditemukan dalam al-Qur’an, namun derivasi kata ini memang sering digunakan. Oleh sebab itu, menurut Jeffrey menggunakan kata tidak langsung, seperti dikutip dalam varian bacaan (bentuk bacaan yang menyimpang dari bacaan yang aslinya)  Syi’ah sebelumnya mungkin lebih layak.
            Perkataan sabil sebenarnya lebih diterima daripada perkataan sirat seperti dalam “textus receptus”. Term ini juga, paling sering digunakan dalam al-Qur’an. Namun perlu diingat bahwa kedua term ini adalah diadopsi dari bahasa Aramaik. Adapun kalimat sirat al-mustaqim adalah bentuk idafah, dimana al-Mustaqim dianggap sebagai ungkapan untuk Allah. Varian bacaan ini digunakan oleh Ubay, Ja’far Sadiq dan ‘Abd Allah bin ‘Umar. Dengan demikian bentuk idafah merupakan bacaan yang paling baik dan benar. Bacaan ini lebih diperioritaskan(disepakati ). walaupun kata Mustaqim bukan salah satu dari al-Asma’ al-Husna yang sembilan puluh sembilan. Tapi anehnya yang ada dalam kedua varian al-Fatihah di atas malah menggunakan sabil al-mustaqim.
                        Mananta dan an’amta adalah contoh arti yang sinonim dan tidak memiliki efek makna yang signifikan(menjadikan panutan). Bentuk kata na’ama lebih banyak dan lebih sering digunakan dalam al-Qur’an daripada manana seperti dalam varian al-Fatihah kedua. Selain itu, al-Qur’an juga sering menggunakan term manna yang memilki makna sinonim(sama).
            Siwa dan gair adalah arti yang sinonim, tapi siwa tidak banyak digunakan dalam al-Qur’an. Perkataan gair juga dibaca oleh ‘Umar, Ali, Ibn al-Zubair. Ikrimah, dan al-Aswad sebagai penulisan awal al-Qur’an, dan juga diikuti oleh Ja’far Sadiq dan Zaid bin ‘Ali. Dengan demikian, bacaan la lebih dapat dipertanggung jawabkan dan lebih punya otoritas untuk dibaca.
            Kesimpulan yang diambil oleh Jeffery adalah mushaf Usmani yang sekarang ini tidak murni lagi. Hal ini juga ia tekankan bahwa ketika mengkritik teks al-Qur’an dia merujuk pada ‘textus receptus’ yang dia anggap paling benar, namun ketika menyatakan al-Fatihah bukan bagian dari al-Qur’an, yang terjadi hanya merujuk pada kitab yang dipegang oleh orang Syi’ah, yang menurut penulis bukan merupakan naskah atau kumpulan al-Qur’an,tapi hanya sekedar karya tulis yang didahului oleh bacaan yang mirip dengan al-Fatihah.
            Selanjutnya, tanggapan Jeffrey atas varian al-Qur’an yang kedua juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Yang pertama, ia beralasan bahwa buku tersebut hilang. Sehingga menurut penulis, hal ini akan menjadi dasar dia untuk membangun alasan selanjutnya, yaitu tidak sempat mengetahui nama pengarangnya. Namun, kalaupun keberadaan kitab tersebut ada, anehnya, Jeffrey terlalu cepat meyakininya, padahal dari awal ia sudah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah buku kecil fiqih
            Secara logika juga, al-Fatihah yang sudah ada sekarang tidak mungkin masih dibumbui dengan kesalahan dan kepalsuan. Apalagi al-Fatihah sudah dihafalkan minimal 17 kali dalam sehari ketika solat. Jadi tidak mungkin hal sepenting surat al-Fatihah begitu mudahnya bagi ‘Usman untuk mencantumkannya dalam al-Qur’an jika memang bukan bagian dari al-Qur’an. Selain itu, Jeffrey mungkin tidak tahu kalau ‘Usman ketika membukukan al-Qur’an juga tidak sendirian, namun dilakukan oleh beberapa sahabat pilihan ketika itu. Dan bahkan dari berbagai kalangan suku pada saat itu.

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan yang di lakukan maka kami mengambil kesilpulan sebagai berikut:
1.      Pada masa kejayaan timur, Ilmuan orientalis barat mempelajari ilmu  ketimuran langsung dari para ulama-ulama dan filosof-filosofnya serta ahli matematikanya.
2.      Pembahasan yang dilakukan penuh dengan kekeliruan dan bahkan kebohongan.
3.      Banyak sejarah di salah gunakan dari kebenaran


Refrensi
·         arifnoah.blogspot.com
·         Hanafi. A, M.A, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama (Qur’an dan Hadits), Perpustakaan Alhusna.
           
           


     



[1] Lihat dalam Arthur Jeffrey, “A Variant Text of the Fatiha”. Dalam http://www.answering-islam.org/Books/Jeffery/fatiha.htm. Artikel ini juga diterbitkan dalam The Muslim World, Volume 29 (1939), hlm. 158-162.

[3] John S. Badeau. “Arthur Jeffery...”, hlm. 231. Setelah pindah ke Universitas Columbia, ternyata Jeffrey juga tidak kalah produktifnya melahirkan karya-karya, baik berupa buku dan artikel.

Selasa, 02 Februari 2016










Pendahuluan
Sepanjang sejarah dunia belum pernah terjadi satu waktu dimana hubungan antara Timur dan Barat menjadi perhatian yang kuat dan langsung bagi seluruh manusia. Untuk pertama kali dalam sejarah tertulis, sains modern dan teknologi telah menciptakan contoh yang universal tentang peradaban. Kita hidup dalam masyarakat dunia yang memerlukan pemahaman terhadap kebenaran.
Filsafat Timur merupakan sebutan bagi pemikiran-pemikiran filosofis yang berasal dari dunia Timur atau Asia, seperti Filsafat Cina, Filsafat India, Filsafat Jepang, Filsafat Islam, Filsafat Buddhisme, dan sebagainya. Masing-masing jenis filsafat merupakan suatu sistem-sistem pemikiran yang luas dan plural. Misalnya saja, filsafat India dapat terbagi menjadi filsafat Hindu dan filsafat Buddhisme, sedangkan filsafat Cina dapat terbagi menjadi Konfusianisme dan Taoisme. Belum lagi, banyak terjadi pertemuan dan percampuran antara sistem filsafat yang satu dengan yang lain, misalnya Buddhisme berakar dari Hinduisme, namun kemudian menjadi lebih berpengaruh di Tiongkok ketimbang di India. Di sisi lain, filsafat Islam malah lebih banyak bertemu dengan filsafat Barat. Akan tetapi, secara umum dikenal empat jenis filsafat Timur yang terkenal dengan sebutan "Empat Tradisi Besar" yaitu Hinduisme, Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme.
Kita berusaha untuk memahami beberapa kepercayaan tentang Tuhan, manusia dan alam yang telah menjadi dasar dari perdaban yang mantap dan seni yang indah di Asia. Kita harus selalu ingat bahwa filsafat Timur adalah way of life. Didalam pemakalah kali ini kami akan menerangkan beberapa filsafat yang berasal dari timur.

Filsafat Tionghoa
a.       Sifat – sifat filsafat Tionghoa
            Yang menjadi pusat perhatian dalam filsafat Tionghoa (Hzu tzu , atau Hsuan – Hsueh , atau Tao – hseh   ) yaitu kelakuan manusia , sikapnya terhadap dunia yang mengelilingnya dan sesama manusianya.
            Bagi filsuf – filsuf Tioghoa manusia dan dunia merupakan satu kesatuan , satu “kosmos” kesatuan mana tak boleh di ganggu oleh perbuatan – perbuatan manusia yang tidak selayaknya . Hanya kalau tata dan kesatuan yang ada itu tetap terpelihara , semua orang akan selamat , maka yang di tinjau oleh filsuf – filsuf Tionghoa ialah : bagaimanakah sikap – sikap orang terhadap dunia , terhadap sesamanya manusia dan terhadap “surga” . Agar manusia tetap dalam hubungan yang harmonis dengan dunia , manusia dan “surga”.
Yang di titik beratkan ialah :
1.      Etika , bukanlah logika atau metafisika.
2.      Sistem , sistem filsafat.
b.      Periode para filsuf :
a.       Alam pikiran sebelum Confucius .
Mengakui adanya Tuhan. Tuhan yang Maha Tinggi yang mengatasi segala ruh – ruh.
Disebut zaman keemasa. Dalam suasana inilah timbul Filsafat Tionghoa.
b.      Confucius dan Confucianisme .
Adalah nama latin Kung Fu Tzu . Menurutnya kekacauan sosial adalah akibat ditinggalkannya adat istiadat dan tata masyarakat kuno.
c.       Mo Tze dan mashab Mohist .
Mo Tze dan mashabnya memepunyai pengaruh yang penting . Ia mengajarkan “cinta” kepada sesama manusia yang universal sebagai dasar filsafatnya.
d.      Lao Tze dan mashab Taoisme .
Lao Tze dengan bukunya yang terkenal : Tao Te Ching menitikbratkan selalu berubahnya kenyataan.
e.       Dialektisi .
Perhatian besar untuk teori – teori pengetahuan dengan kegemaran untuk membuat para doks – doks.
f.       Mashab Hukum.
Hukumlah yang merupkan asas persatuan suatu negara seluruh kekuasaan harus dipusatkan di tangan Raja.
g.      Periode Pengetahuan Klassik.
Dalam periode ini terutama  terdiri dari interpretasi dari penafsiran tulisan – tulisan para filsuf klassik , baik Confucius maupun Taoisme dan Buddhisme.
Filsafat India
            Filsafat (darsana) dalam tradisi Hindu berarti: “melihat kebenaran” dan menggunakannya untuk problema hidup sehari-hari. Bagi pemikir-pemikir India tujuan mempelajari filsafat bukan sekadar untuk memperoleh pengetahuan atau rasa ingin tahu, akan tetapi untuk mengungkapkan jenis kehidupan yang tertinggi serta menghayatinya, yakni kehidupan yang akan membawa berkat atau realisasi jiwa. Seseorang harus mungungkapkan kebenaran pokok untuk dirinya, ia tidak boleh menerima pengetahuan karena kepercayaan yang buta, atau dari kesaksian orang-orang lain. Hanya jika seseorang mempunyai keyakinan serta hidup dengan mengikuti keyakinan tersebut, ia menjadi filosof benar-benar. Dalam Hinduisme adalah sangat sukar untuk memisahkan filsafat dan agama.
Filsafat India lebih menyerupai “ngelmu” daripada “ilmu”, lebih merupakan ajaran hidup yang bertujuan memaparkan bagaimana orang mencapai kebahagiaan yang kekal. Berlainan dengan sikap Yunani (yang dikatakan: obyektif, rasional teknis) maka orang India lebih subyektif, lebih mementingkan perasaan, penuh dengan rasa kesatuan dengan alam dan dunia yang mengelilinginya.
            Di India terkenal dengan agama Hindu, di dalam agama Hindu mempunyai sumber keterangan yang terdapat persoalan-persoalan mengenai dunia dan manusia ianya terdapat di dalam kitab weda.
            Menurut keyakinan Hindu isinya diwahyukan kepada para resi, para brahmana dan para guru. Daripada dewa tertinggi, yang kemudian di bukukan di dalam kitab weda tersebut setelah berabad-abad, dan jarak wahyunya dan pembukuan kitab weda tersebut dari tahun 2000 SM hingga 500 SM, jaraknya sekitar 1500 tahun.
            Dan di dalam kitab tersebut terbahagi kepada tiga macam jenis, yaitu:
1.      Weda Samhita:
Adalah suatu pengumpulan mantera-mantera yang berbentuk syair, yang dipergunaan untuk mengundang dewa dan disertai oleh persembahan korban, agar dewa tersebut berkenan menghadirinya dan ini juga ada dihubungkan dengan tenung dan sihir dan segala hal yang berhubung dengan magic hitam.

2.      Brahmana:
Bagian kedua kitab weda, berbentuk prusa, yang berisi peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban keagamaan, terlebih-lebih keterangan yang mengenai korban.

3.      Upanisad:
Berbentuk prosa, dan diwahyukan setelah zaman brahmana, bagian ini berisi keterangan-keterangan yang mendalam mengenai asal-usul mula alam semesta serta segala isi, terlebih-lebih yang mengenai manusia dan keselamatannya.
Filsafat Jepang
Istilah filsafat di Negara Jepang disebut Kitetsugaku yang berarti ilmu mencari kebenran /kebijaksanaan. Istilah ini diperkenalkan oleh Nishi Amane (1829-1897) pada tahun 1862. 12 tahun kemudian untuk memenuhi standar, ia menyingkat istilah tersebut menjadi Tetsugaku. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dirasakan menguntungkan untuk Jepang, sebagai suatu kondisi yang diperlukan untuk membangun masyarkat modern.
Tetsugaku adalah kata dalam bahasa Jepang untuk filsafat. Terdapat tiga fakta dasar tentang filsafat Jepang:
1.      Filsafat Jepang dimulai pada era Meiji dengan mengkombinasikan konsep-konsep Konfucius dan Bhuda yang kemudian menjadi Tetsagaku.
2.      Logika empirisme diperkenalkan setelah Perang Dunia Kedua, departemen Sejarah dan Filsafat Ilmu pada Universitas Tokyo didirikan pada tahun 1951 yang merupakan satu-satunya departemen dalam bidang itu sampai tahun 1993.
3.      Filsafat ilmu beraliran Marx muncul pada tahun 1930-an dengan tokoh utamanya bernama Mirsuo Taketani (1911-2000) seorang fisikawan yang mempublikasikan Doktrin Tiga Tahap Pengembangan Ilmu pada tahun 1936. Tokoh lainnya adalah Hideki Yukawa, orang Jepang pertama yang menerima hadiah Nobel pada tahun 1949 dalam bidang fisika-yang menulis makalah tentang partikel baru yang disebut “meson”.
Tetsugaku digunakan untuk mengambarkan bahw orang-orang Jepang terkadang pemilih terhadap hal-hal yang dapat membantu pembangunan masyarakat modern, terkadang muncul ketiakpercayaan akibat hilangnya spiritualitas dan munculnya ancaman yang bersifat etnosentris karena mereka tidak terbiasa dengan hal-hal yang baru.
Keberadaan sejarah filsafat di Jepang tidak cukup untuk membuktikan bahwa filsafat Jepang cukup dikenal. Dapat dikatakan bahwa filsafat yang ada di Jepang dapat diadopsi dari filsafat Cina. Jepang tidak memiliki filsafat asli.

Filsafat Islam
            pada abad ke-7 hinnga ke -12. Di dalam kurun lima abad itu para ahli pikir Islam merenungkan kedudukan manusia di dalam hubungannya sesama, dengan alam, dan dengan tuhan, dengan menggunakan akal fikirannya. Mereka berpikir secara sistematis dan analitis serta kristis sehingga muncullah para ahli filsuf muslim yang mempunyai kemampuan tinggi kerana kebijaksanaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam (kekuatan) pemikiran, yaitu:
a.       Para ahli pikiran Islam berusaha menyusun sebuah sistem yang disesuaikan dengan ajaran Islam
b.      Para ulama menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan soal-soal ketauhidan.
Timbulnya aliran pemikiran filsafat didorong oleh beberapa perbedaan, yaitu:
a.       Persoalan tentang Zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan.
b.      Perbedaan cara berpikir.
c.       Perbedaan orientasi dan tujuan hidup.
d.      Keyakinan yang buta atas dasar suatu pendirian walaupun diyakini tidak benar lagi.
Pembagian Aliran Pemikiran Filsafat Islam ini dapat berdasarkan pada hubungan dengan sistem pemikiran Yunani, sebagai berikut:
a.       Periode Mu’tazilah.
Periode ini berawal dari abad ke-8 sampai abad ke-12, yang merupakan sebuah teologi rasional yang berkembang di Baghdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan diri dari Jumhur “ulama” yang dikatakan menyeleweng dari ajaran Islam.
b.      Periode filsafat pertama.
Periode ini berawa pada abad ke-8 sampai ke-11,memakai pemikiran Islam yang berdasarkan pada pemikiran Hellenisme, seperti Al-kindi,  Ar’ razi , Al-farabi, dan Ibnu Sina.
c.       Periode Kalam Asy’ari.
Periode ini berawa dari abad ke -9 sampai ke-11, pusatnya di baghdad. Aliran pemikiran ini mengacu pada sistem Elia (Atomistis). Sistem ini mempunyai dominasi besar, sejajar dengan sunnisme (ahli sunnah wa jama’ah)
d.      Periode filsafat kedua.
Berawal dari abad ke -11 sampai ke-12 yang berkembang di Spanyol dan Magrib. Aliran ini mengacu pada sistem peripatetis. Tokohnya Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, dan Ibnu Rusyd.

Penutupan
            Maka didalam pemakalah kali ini kita mendapati bahawa perkembangan filsafat yang berlaku di timur ini kerana ingin mencari kebenaran akan suatu agama yang mereka anuti atau yang mereka percayai. Dan dengan makalah ini juga kita dapat tahu akan agama-agama yang berada di timur ini ianya bermulai dari pemikiran seseorang dan hanya satu agama sahaja yang hakikatnya dating dari langit atau dari tuhan sendiri.


           
Refrensi:
1.      Hadiwijono,  Dr. Harun, Sari Filsafat India, Kwitang, Jakarta Pusat, 1985.
2.      Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
3.      Salam, Drs. Burhanudin, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2012

4.      http:/imicikiciw.blogspot.in/2011/06/filsafat-jepang.html, diakses pada tanggal 2.11.2015 pada pukul 8.33 W.I.B